Di Balik Efek NAPZA: Ancaman Nyata bagi Kesehatan Mental

Oleh : Ika Dewi Retno Cahyani, Amd.Kep

NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif. Istilah ini merujuk pada zat atau obat yang berasal dari tanaman maupun bukan tanaman, bersifat alamiah, sintetis, atau semi sintetis, yang dapat memengaruhi sistem saraf pusat dan menimbulkan efek seperti penurunan kesadaran, perubahan suasana hati, serta gangguan daya pikir dan perilaku.

Pada awalnya, zat-zat dalam kelompok NAPZA digunakan sebagai obat medis, misalnya untuk menghilangkan rasa nyeri atau memberikan efek penenang. Namun, penggunaan yang tidak terkendali dan dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan ketergantungan (adiksi), yang berdampak buruk bagi kesehatan fisik maupun mental.

  1. Dampak NAPZA bagi Kesehatan Mental

Penyalahgunaan NAPZA dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan mental, seperti halusinasi, delusi, kecemasan berlebih, depresi, gangguan konsentrasi, hingga gejala psikotik mirip skizofrenia. Dalam jangka panjang, zat ini juga dapat menimbulkan ketergantungan psikologis yang membuat pengguna sulit berhenti, serta meningkatkan risiko bunuh diri akibat gangguan emosi dan impulsivitas. Berikut adalah beberapa dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh penggunaan NAPZA.

  1. Gangguan Kecemasan dan Depresi

Penyalahgunaan NAPZA dapat memicu dan memperparah gangguan kecemasan serta depresi. Zat-zat psikoaktif dalam NAPZA mengganggu keseimbangan neurotransmitter di otak, seperti serotonin dan dopamin, yang berperan penting dalam mengatur suasana hati dan ketenangan. Penggunaan NAPZA secara berulang dapat menyebabkan kecemasan berlebih, serangan panik, rasa gelisah tanpa sebab, serta suasana hati yang mudah berubah. Setelah efek sementara dari zat tersebut hilang, pengguna sering mengalami emosional berupa rasa hampa, putus asa, dan kehilangan motivasi, yang berujung pada depresi berat. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat memperburuk kualitas hidup dan meningkatkan risiko bunuh diri.

  1. Meningkatkan Risiko Psikosis

Penyalahgunaan NAPZA, terutama jenis stimulan dan halusinogen seperti sabu (metamfetamin), ganja, LSD, dan ekstasi, terbukti secara ilmiah dapat meningkatkan risiko terjadinya psikosis. Psikosis adalah gangguan mental serius yang ditandai dengan kesulitan membedakan kenyataan dan ilusi, seperti munculnya halusinasi (melihat atau mendengar sesuatu yang tidak nyata) serta delusi (keyakinan salah yang tidak sesuai realita). Zat-zat tersebut bekerja dengan mengganggu keseimbangan kimia otak, khususnya sistem dopamin, yang memiliki peran penting dalam regulasi persepsi dan pikiran. Gangguan pada sistem ini dapat memicu pengalaman psikotik, bahkan setelah penggunaan dihentikan.

Risiko psikosis akan lebih tinggi pada individu yang memiliki faktor kerentanan, seperti riwayat keluarga dengan gangguan jiwa, pengalaman trauma masa kecil, atau stres berat yang tidak tertangani. Pada beberapa kasus, penggunaan NAPZA bisa menjadi pemicu awal munculnya skizofrenia atau gangguan psikotik kronis, terutama jika dimulai di usia remaja. Selain itu, psikosis akibat NAPZA dapat bersifat sementara, namun dalam beberapa kasus juga bisa menetap dan berdampak jangka panjang pada kemampuan berpikir, fungsi sosial, serta kualitas hidup seseorang. Oleh karena itu, edukasi dan pencegahan penggunaan NAPZA sangat penting sebagai bagian dari upaya menjaga kesehatan mental masyarakat.

  1. Merusak Kemampuan Berpikir dan Fungsi Kognitif

Penggunaan NAPZA dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan perubahan pada sel saraf otak. Perubahan ini kemudian akan menyebabkan gangguan pada fungsi otak yang mengendalikan kemampuan berpikir dan berkomunikasi. Akibatnya, daya ingat dan konsentrasi akan menurun, sehingga penderitanya akan mengalami kesulitan dalam berpikir dan mengambil keputusan yang tepat.

Penggunaan narkoba yang bersifat stimulan, seperti metamfetamin dan ekstasi, juga dapat merusak fungsi kognitif penggunanya, sehingga mempengaruhi kemampuan belajar dan konsentrasi dalam jangka panjang.

  1. Ketergantungan Emosional dan Perubahan Suasana Hati

Zat-zat dari NAPZA akan masuk ke otak lewat aliran darah dan berinteraksi dengan sistem limbik di otak untuk melepas emosi atau perasaan senang, tenang, dan bahagia. Hal ini dapat menyebabkan pengguna narkoba kehilangan kendali atas impulsnya. 

Setelah efeknya berakhir, pengguna NAPZA cenderung akan mengkonsumsi narkoba lagi untuk mempertahankan efek emosional positif yang sempat mereka rasakan. Jika digunakan secara terus menerus, hal ini dapat menyebabkan ketergantungan emosional.

Pecandu NAPZA bisa mengalami perubahan suasana hati yang ekstrim, terutama yang mengkonsumsi kokain atau amfetamin. Kedua jenis zat tersebut dapat menimbulkan perasaan euforia tinggi, yang kemudian berubah menjadi kelelahan, kecemasan, dan depresi, setelah efeknya hilang. 

  1. Perubahan Perilaku

Karena kemampuan mengontrol impulsnya terganggu, pengguna NAPZA cenderung tidak bisa mengendalikan perilakunya, misalnya mudah menjadi agresif atau melakukan kekerasan, baik secara tindakan maupun ucapan. NAPZA juga bisa memunculkan pikiran untuk menyakiti diri atau bunuh diri, terutama pada remaja dan anak-anak muda yang mentalnya lemah.

Dampak buruk NAPZA tidak hanya terbatas pada kesehatan fisik dan mental saja, tapi juga kualitas hidup penggunanya hingga ke masa depan. Untuk itu, pahami sebaik-baiknya bahaya NAPZA bagi kesehatan mental dan fisik, serta lakukan langkah-langkah pencegahan sejak dini. 

Perkuat hubungan dengan keluarga dan orang-orang di sekitar, dan carilah bantuan profesional, seperti psikolog dan konselor, jika Anda atau anggota keluarga terjebak dalam jeratan narkoba. Semakin cepat ditangani dengan tepat, semakin cepat Anda dapat melepaskan diri dari ketergantungan pada narkoba.

Sumber :

  1. Primananda,A.P. 2022. Definisi Mental Illness (Gangguan Mental). Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
  2. Watkins, M. 2023. How Drugs Affect the Brain & Central Nervous System. American addiction Centers.
  3. Widowati, C.A. 2023. Definisi Gangguan Jiwa dan Jenis-jenisnya. Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
  4. Yustiana, A.V. 2019. Gangguan psikotik akibat penggunaan ganja (cannabis) : studi. Medicina, Volume No: 50. No.:400P-ISSN.2540-8313E-ISSN.2540-8321Doi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *