Memahami Skizofrenia: Gejala, dan Harapan untuk Pemulihan

Oleh : dr. Fiddina Mediola, Sp.KJ

Skizofrenia sering kali disalahpahami sebagai penyakit “kegilaan” atau kutukan. Padahal, ini adalah gangguan otak yang mempengaruhi cara seseorang berpikir, merasakan, dan berinteraksi dengan dunia. Orang dengan skizofrenia mungkin mengalami kesulitan membedakan antara kenyataan dan pikiran atau persepsi yang tidak nyata (halusinasi dan delusi). Gangguan ini dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk hubungan sosial, pekerjaan, dan kemampuan merawat diri.

Ketika Dunia Nyata dan Khayalan Mulai Kabur

Andi dulunya seorang mahasiswa cerdas yang aktif berkegiatan. Namun, sejak setahun terakhir, keluarganya melihat perubahan drastis. Ia sering terdengar berdebat dengan suara yang tak terlihat, percaya bahwa tetangganya memasang kamera untuk memata-matainya. Ibunya kerap menemukan Andi duduk terpaku di kamar, berbicara sendiri dengan ekspresi ketakutan. Suatu malam, ia tiba-teriak histeris karena yakin ada yang ingin membunuhnya. Keluarganya pun membawanya ke psikiater, dan di situlah diagnosis skizofrenia diberikan.

Apa yang Sebenarnya Terjadi dalam Pikiran Penyintas Skizofrenia?

Skizofrenia membuat seseorang kesulitan membedakan realita dan halusinasi. Beberapa penyintas mendengar suara-suara yang mengkritik atau memerintah mereka (halusinasi auditori). Ada juga yang meyakini hal-hal aneh, seperti merasa dirinya seorang utusan Tuhan atau korban konspirasi (delusi). Di sisi lain, mereka bisa kehilangan motivasi, menarik diri dari pergaulan, dan kesulitan merawat diri.

 

Gejala skizofrenia:

Gejala dibagi menjadi positif (tambahan) dan negatif (pengurangan fungsi):

1. Gejala Positif

      • Halusinasi (mendengar suara, melihat sesuatu yang tidak nyata).

      • Delusi (keyakinan kuat yang tidak sesuai kenyataan, misalnya merasa diawasi atau memiliki kekuatan khusus).

      • Pola Pikir Kacau (bicara tidak teratur, sulit berkonsentrasi).

    2. Gejala Negatif

        • Kurangnya Motivasi (malas beraktivitas, tidak peduli kebersihan diri).

        • Menarik Diri Sosial (enggan berinteraksi dengan orang lain).

        • Ekspresi Emosi Datar (wajah kurang bereaksi, suara monoton).

      Penyebabnya kompleks—mulai dari faktor genetik (Riwayat keluarga dengan skizofrenia meningkatkan risiko), ketidakseimbangan kimia otak (Ketidakseimbangan dopamin dan serotonin mempengaruhi persepsi dan emosi), hingga pengaruh lingkungan seperti stres berat, trauma masa lalu atau bahkan atau paparan virus saat kehamilan dapat berkontribusi. Adanya perubahan struktur otak (Perbedaan pada otak, seperti pembesaran ventrikel)juga dapat ditentukan pada beberapa penyintas.  Namun, penting untuk diingat: skizofrenia bukanlah akibat kesalahan pola asuh atau kurang iman. Ini adalah kondisi medis yang memerlukan penanganan serius.

      Tanpa penanganan, skizofrenia dapat menyebabkan:

      • Kesulitan bekerja atau bersekolah
      • Masalah hubungan dengan keluarga dan teman.
      • Gangguan fisik akibat kurang perawatan diri
      • Risiko bunuh diri atau perilaku berbahaya jika tidak diobati.

      Bagaimana Skizofrenia Diobati?

      Setelah diagnosis, Andi mulai mengonsumsi obat antipsikotik untuk mengurangi halusinasinya. Prosesnya tidak instan —butuh waktu hingga gejalanya mereda. Selain obat, ia juga menjalani terapi kognitif untuk belajar mengendalikan pikiran irasionalnya. Keluarganya ikut serta dalam sesi psikoedukasi untuk memahami cara terbaik mendukung Andi tanpa mempermalukannya.

      Terapi dan Manajemen

      1. Terapi Medis

          • Obat Antipsikotik (seperti risperidone, olanzapine) untuk mengurangi gejala halusinasi dan delusi.

          • Terapi Pemeliharaan untuk mencegah kekambuhan.
         

        2. Psikoterapi

         

            • Terapi Kognitif-Perilaku (CBT) membantu mengenali dan mengubah pikiran tidak rasional.

            • Terapi Sosial melatih keterampilan komunikasi dan kehidupan sehari-hari.

          3. Dukungan Keluarga dan Rehabilitasi

              • Psikoedukasi untuk keluarga memahami kondisi pasien.

              • Program Rehabilitasi seperti pelatihan kerja dan kegiatan sosial.

            Dukungan keluarga sangat penting. Mereka belajar untuk tidak menyangkal pengalaman Andi (“Itu cuma bayangan, kok!”) tetapi juga tidak ikut memperkuat delusinya. Sebaliknya, mereka membantunya tetap terhubung dengan realitas, misalnya dengan mengajaknya jalan-jalan atau melakukan aktivitas sederhana seperti memasak bersama.

            Keluarga adalah pendukung utama dalam pemulihan. Beberapa hal yang dapat dilakukan:

            1. Mendengarkan tanpa menghakimi.
            2. Membantu minum obat secara teratur.

            Kapan Harus Mencari Bantuan?

            Jika ada anggota keluarga atau teman yang menunjukkan gejala seperti:

                • Sering bicara sendiri dengan intensitas emosi kuat.

                • Percaya pada hal-hal yang jelas-jelas tidak masuk akal.

                • Menjadi sangat tertutup atau tidak peduli pada kebersihan diri.
                  Segera bawa mereka ke psikiater atau klinik kesehatan jiwa. Semakin cepat ditangani, semakin besar peluang pemulihannya.

              Melawan Stigma: Mereka Bisa Pulih dengan Dukungan Kita

              Banyak orang dengan skizofrenia yang mampu hidup mandiri asalkan rutin berobat dan memiliki sistem pendukung yang kuat. Sayangnya, stigma sering membuat mereka dikucilkan. Padahal, yang mereka butuhkan adalah penerimaan dan kesempatan.

              Komunitas seperti KPSI (Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia) bisa menjadi tempat berbagi bagi keluarga dan penyintas. Ingat, skizofrenia bukan akhir dari segalanya. Dengan pengobatan dan dukungan, penyintas seperti Andi tetap bisa menemukan kembali cahaya dalam hidupnya.

              Kita semua bisa berperan mengurangi stigma dengan memahami, bukan menghakimi.

              Penulis merupakan psikiater di RSK Puri Nirmala. Berpraktik setiap hari Rabu Pukul 13.00 – 16.00 WIB dan Sabtu Pukul 11.00 – 16.00 WIB serta hari lainnya dengan perjanjian. Jadwalkan segera diri anda untuk berkonsultasi ke nomor berikut : 081524617175 (Pendaftaran RSK Puri Nirmala)

              Sumber :

                  • American Psychiatric Association. (2013). DSM-5: Manual Diagnostik Gangguan Mental.

                  • National Institute of Mental Health. (2020). Schizophrenia.

                  • World Health Organization. (2022). Schizophrenia: Key Facts.

                  • Kisah inspiratif dari komunitas KPSI. Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI). Panduan untuk Keluarga.