Oleh : Ulul Azmi, Amd.Kep
Momen menyusui seringkali digambarkan sebagai potret kehangatan yang sempurna. Namun, di balik gambaran ideal tersebut, terdapat perjuangan fisik dan emosional yang seringkali tidak terlihat. Menjaga kesehatan jiwa ibu menyusui bukan hanya tentang kebahagiaan ibu, melainkan fondasi krusial yang didukung oleh sains untuk keberhasilan menyusui, kesehatan bayi, dan keharmonisan keluarga.
Periode pasca-melahirkan adalah masa transisi yang rentan. Kombinasi antara pemulihan fisik, perubahan hormon yang drastis, dan tanggung jawab baru yang besar dapat menjadi pemicu stres yang signifikan. Mengabaikan kesehatan mental pada fase ini dapat membawa dampak nyata yang telah terbukti oleh berbagai penelitian.
Mengapa Kesehatan Jiwa Ibu Menyusui Sangat Penting? Bukti Ilmiah di Baliknya
1. Dampak Langsung pada Fisiologi Menyusui Kondisi mental dan tubuh ibu adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Stres, kecemasan, atau depresi dapat secara langsung mempengaruhi hormon-hormon kunci dalam proses laktasi.
- Hambatan pada Refleks Pengeluaran ASI (Let-Down Reflex): Stres akut memicu pelepasan hormon adrenalin dan kortisol. Hormon-hormon ini dapat menghambat kerja oksitosin, yaitu hormon yang bertanggung jawab untuk merangsang otot-otot di sekitar kelenjar susu agar berkontraksi dan mengeluarkan ASI. Fenomena ini, yang dikenal sebagai psychogenic inhibition of the let-down reflex, dapat membuat ASI sulit keluar meskipun produksinya cukup.
- Potensi Gangguan Produksi Jangka Panjang: Meskipun stres sesaat tidak langsung menghentikan produksi, stres kronis yang berkelanjutan dapat mengganggu keseimbangan hormon prolaktin, yakni hormon utama untuk memproduksi ASI. Kelelahan ekstrim dan depresi terbukti berkorelasi dengan persepsi ibu mengenai suplai ASI yang tidak cukup.
2. Pengaruh terhadap Kualitas Ikatan (Bonding) Ibu dan Bayi Ikatan emosional (bonding) adalah proses interaksi dua arah yang krusial. Depresi pasca-melahirkan (postpartum depression) dapat mengganggu kemampuan ibu untuk merespons isyarat bayinya secara sensitif. Penelitian menunjukkan bahwa ibu yang mengalami depresi cenderung kurang terlibat dalam interaksi tatap muka, kurang responsif, dan terkadang lebih menarik diri. Hal ini dapat berdampak pada perkembangan sosial dan emosional bayi di kemudian hari.
3. Transfer Stres Melalui ASI Penelitian modern telah mengkonfirmasi bahwa apa yang dirasakan ibu dapat mempengaruhi komposisi biologis ASI-nya. Hormon stres, terutama kortisol, dapat melewati sawar darah-susu dan masuk ke dalam ASI. Studi menunjukkan bahwa bayi yang mengkonsumsi ASI dengan kadar kortisol tinggi menunjukkan lebih banyak ekspresi emosi negatif, seperti menangis dan rewel. Ini menandakan adanya jalur biologis langsung dimana stres ibu dapat mempengaruhi temperamen dan respons stres bayi.
Tantangan Umum yang Mengganggu Kesehatan Jiwa Ibu Menyusui
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), “baby blues” dialami oleh mayoritas ibu di seluruh dunia dalam beberapa hari pertama setelah melahirkan. Namun, kondisi ini perlu dibedakan dari depresi pasca-melahirkan yang lebih serius, yang diperkirakan mempengaruhi sekitar 10-15% ibu. Faktor-faktor pemicunya antara lain:
- Kelelahan Ekstrem: Kurang tidur yang kronis akibat jadwal menyusui.
- Perubahan Hormon: Penurunan drastis estrogen dan progesteron.
- Tantangan Fisik Menyusui: Nyeri, mastitis, dan kekhawatiran pelekatan.
- Kurangnya Dukungan Sosial: Merasa sendirian dalam menghadapi tanggung jawab.
- Riwayat Masalah Kesehatan Mental: Ibu dengan riwayat depresi atau kecemasan memiliki risiko lebih tinggi.
Langkah Praktis dan Terinformasi untuk Menjaga Kesehatan Jiwa
Langkah-langkah berikut didasarkan pada rekomendasi dari berbagai lembaga kesehatan terkemuka.
Untuk Ibu:
- Praktikkan Self-Compassion: Alih-alih menyalahkan diri sendiri, terima bahwa kesulitan adalah bagian dari proses adaptasi menjadi ibu baru.
- Prioritaskan Istirahat: Manfaatkan setiap kesempatan untuk tidur atau beristirahat, bahkan jika hanya 20 menit. Mintalah bantuan pasangan atau keluarga untuk mengambil alih tugas agar Anda bisa beristirahat.
- Nutrisi dan Hidrasi Optimal: Dehidrasi dan nutrisi yang buruk dapat memperparah kelelahan dan perubahan suasana hati. Jaga asupan makanan bergizi dan minum air yang cukup.
- Komunikasi Terbuka: Bicarakan perasaan Anda secara jujur. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG), berbagi perasaan adalah langkah penting dalam pencegahan dan penanganan masalah kesehatan mental perinatal.
- Cari Kelompok Dukungan: Terhubung dengan ibu lain yang memiliki pengalaman serupa dapat mengurangi perasaan terisolasi.
Untuk Pasangan dan Keluarga:
- Berikan Dukungan Praktis dan Emosional: Bantuan nyata seperti mengurus bayi atau pekerjaan rumah adalah bentuk dukungan yang sangat berharga.
- Edukasi Diri Sendiri: Pelajari tanda-tanda depresi pasca-melahirkan agar dapat mengenali gejalanya lebih awal.
- Dorong Ibu untuk Mencari Bantuan: Jika Anda melihat tanda-tanda bahaya, dorong dan temani ia untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan.
Kesimpulan
Kesehatan jiwa ibu menyusui bukanlah sebuah kemewahan, melainkan komponen kesehatan esensial yang didukung oleh bukti ilmiah. Ibu yang tenang dan bahagia secara fisiologis lebih siap untuk menyusui, secara emosional lebih mampu menjalin ikatan dengan bayinya, dan secara keseluruhan menciptakan lingkungan yang positif untuk tumbuh kembang anak. Dengan memprioritaskan kesehatan mental ibu, kita berinvestasi pada kesehatan dua generasi sekaligus.
Sumber :
- Uvnäs-Moberg, K., & Prime, D. K. (2020). Oxytocin effects in mothers and infants during breastfeeding. Acta Paediatrica, 109(6), 1132–1136.
- Gerd, A. T., & Bergman, N. J. (2018). The Effect of Maternal Postpartum Depression on the Couple and the Child. International Journal of Environmental Research and Public Health, 15(12), 2823.
- Stein, A., et al. (2014). Effects of perinatal mental disorders on the fetus and child. The Lancet, 384(9956), 1800-1819.
- Glynn, L. M., et al. (2008). The role of peacefulness in the association between maternal cortisol and infant cortisol. Stress, 11(2), 145-152.
- World Health Organization (WHO). (2023). Maternal mental health. Diakses dari https://www.who.int/teams/mental-health-and-substance-use/promotion-prevention/maternal-mental-health. The American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG). Postpartum Depression. FAQ091.