Kenapa Obat Jiwa itu Harus Rutin Diminum? Berikut Penjelasannya

obat jiwa

Kemarin, saya sempat menemani Direktur Rumah Sakit Khusus Puri Nirmala untuk mengikuti penyuluhan Kader Jiwa dan Keluarga yang dilakukan hasil kerja sama dengan Puskesmas Kraton. Acara tersebut dilakukan di rumah warga di Kalurahan Patehan, Kemantren Kraton. Kegiatan yang dilakukan di acara tersebut meliputi penyuluhan dan forum diskusi bersama Kader Jiwa dan Keluarga dari ODGJ (Orang Dengan Gangguan Jiwa) di sana, terutama mengenai bagaimana keluhan yang ada selama penanganan ODGJ di keluarganya.

Keluhan yang sering dan bisa dibilang sering jadi bahasan pasien-pasien ODGJ di pertemuan tersebut adalah tentang kepatuhan minum obat. Memang, tidak sedikit ditemukan adanya ODGJ yang tidak mau minum obat secara rutin. Bahkan, sebuah studi dari Linden et al. (2001) pada pasien skizofrenia di Jerman menyatakan bahwa setidaknya 1 dari 3 pasien yang memperoleh pengobatan rutin setelah menjalani rawat inap di Rumah Sakit Jiwa itu tidak patuh dalam konsumsi obat-obatan. Sedangkan itu, di Indonesia sendiri, catatan dari Riskesdas tahun 2018 mencatat bahwa pada pasien jiwa yang mendapatkan pengobatan, hanya sebanyak 51.1% pasien tidak rutin untuk minum obat.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan minum obat tersebut, seperti pengetahuan yang rendah, kurangnya dukungan dari keluarga, hingga persepsi yang buruk terkait obat kejiwaan yang takutnya menimbulkan ketergantungan ataupun menjadi target penyalahgunaan, dan juga efek klinis lainnya seperti kondisi penurunan kognitif terutama pada lansia, hingga hubungan yang kurang baik dengan klinisi (dokter, perawat, dan kader).

Padahal, seperti yang telah diketahui, dasarnya penyakit itu hanya bisa ditangani jika pasien tersebut meminum obat secara rutin. Namun, untuk menciptakan kepatuhan obat secara rutin itu memang harus diberikan edukasi terlebih dahulu soal obat dan gangguan jiwa yang ada.

Mengenal Obat-Obat Gangguan Jiwa

Sama seperti gangguan fisik lainnya, gangguan jiwa itu memang ada, dan bisa diketahui juga faktor risikonya dari mana saja. Contohnya, seperti dari faktor genetik, ketidakseimbangan zat-zat yang ada di otak, cedera berat pada kepala, riwayat penggunaan narkotika, dan faktor lainnya. Dari kalimat tersebut, maka untuk Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) supaya dapat pulih kembali dan bisa beraktivitas, diperlukan bagi mereka untuk mendapatkan penanganan dini dan dilakukan secara rutin.

Ada banyak sekali bentuk dari gangguan jiwa tersebut, tergantung jenis gejalanya, ada gangguan jiwa ringan seperti gangguan kecemasan dan depresi, hingga gangguan jiwa berat seperti skizofrenia hingga psikosis. Seringnya, pada gangguan jiwa sendiri, ditemukan adanya kekurangan pada zat-zat yang ada di otak, yang biasanya disebut sebagai neurotransmitter. Contohnya adalah depresi yang disertai dengan penemuan akan kekurangan serotonin, atau skizofrenia yang diduga karena kekurangan dopamine pada otak.

Jenis-jenis gangguan jiwa tersebut juga memiliki keparahannya tersendiri, sehingga membutuhkan jenis obat-obatan yang berbeda dalam penanganannya. Obat yang disediakan tersebut meliputi:

  • Obat Antidepresan untuk mengurangi gejala dan gangguan depresi, seperti SSRI (fluoxetin, citalopram), dan antidepresan trisikilik (amitriptilin)
  • Obat Antikecemasan untuk mengurangi gejala dan gangguan kecemasan, seperti antidepresan SSRI, benzodiazepine, alprazolam, clonazepam, lorazepam.
  • Obat penstabil mood, yang digunakan khususnya untuk mengurangi gejala penyakit bipolar, yang ditandai dengan fase manik (perasaan senang dan semangat yang luar baisa), dan depresif (kurang semangat, merasa tidak berguna), seperti carbamazepine, lithium, asam valproat.
  • Obat antipsikotik, yang digunakan untuk mengurangi gejala psikotik seperti skizofrenia. Contohnya adalah haloperidol, clozapine, risperidon, aripriprazole.

Meskipun gangguan jiwa harus dipertimbangkan sama dengan gangguan fisik, bukan berarti kondisi gangguan jiwa harus disejajarkan begitu saja dengan yang fisik. Karena, pendekatan untuk gangguan jiwa sendiri sangatlah berbeda untuk masing-masing gejala.;.

Analoginya seperti ini untuk gangguan fisik, misalnya kita mengalami batuk atau pilek selama 2 hari, kemudian dapat obat seperti obat antibatuk dan obat antiradang, terus obat bisa putus setelah gejalanya hilang. Sayang sekali hal tersebut tidak berlaku untuk gangguan jiwa. Obat yang diresepkan oleh psikiater masih belum mampu untuk menyembuhkan gejala hanya dalam sekejap. Obat tersebut akan lebih efektif jika diminum setiap hari dalam waktu yang rutin dan juga disiplin.

Tetapi, dalam gangguan jiwa, masa pengobatan pun berbeda-beda, sangat tergantung lagi dari gaya hidup, dukungan keluarga serta masyarakat sekitar dan juga keparahan gejala. Biasanya, dibutuhkan waktu satu hingga dua bulan untuk mengurangi gejalanya. Tapi, untuk mendapatkan hasil jangka panjang yang baik, obat itu pun harus rutin diminum dalam waktu yang lama, bahkan bisa juga hingga beberapa tahun, terutama untuk menghindari risiko relaps (kambuh) yang dapat terjadi pada kasus gangguan jiwa.

Selain itu, obat-obatan tersebut tidak boleh dikurangi ataupun dihentikan tanpa sepengetahuan dokter, terutama dokter ataupun psikiater sendiri. Hal ini bertujuan juga untuk mengurangi faktor risiko dan juga komplikasi yang ada pada obat-obatan itu sendiri, terutama jika obat itu dihentikan tanpa konsultasi terlebih dahulu ke dokter ataupun psikiater. Harus ada penurunan secara perlahan dengan melihat gejala dan kondisi pasien tersebut.

Selain konsumsi obat, dokter atau psikiater juga menerapkan metode tambahan lainnya, seperti CBT (Terapi Kognitif Perilaku), Terapi Aktivitas Kelompok, hingga tindakan Psikoterapi khusus lainnya. Dan juga, untuk menambah efektivitas penyembuhan gejala sendiri, pasien juga perlu melakukan beberapa gaya hidup tertentu yang dapat memperbaiki kesehatan mental.

Informasi Lebih Lanjut tentang Obat-Obatan

Untuk mendapatkan informasi lebih lanjut tentang obat-obatan yang ada pada gangguan jiwa, silahkan kontak dokter umum dan psikiater yang ada di Rumah Sakit terdekat. Selain itu, bisa juga dimulai dengan berkonsultasi terlebih dahulu kepada apoteker yang ada di Rumah Sakit tersebut, terutama untuk mengetahui efek samping obat-obatan hingga bagaimana interaksi obat-obatan yang ada, baik itu dengan obat yang lain, atau dengan makanan tertentu.

Rumah Sakit Khusus Puri Nirmala sendiri mempunyai pelayanan konsultasi dengan dokter umum, psikiater dan juga konsultasi obat-obatan dengan apoteker. Petugas yang sudah ada di tempat ini siap membantu sesuai dengan jadwal yang sudah ditetapkan berikut. Informasi lebih lanjut, silahkan periksa di tautan berikut.

Oleh : dr. Farhandika Mursyid

Dokter Umum, Rumah Sakit Khusus Puri Nirmala

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *